Kamis, 12 Februari 2015

Beda Pilpres di Indonesia dan Amerika





Pemilihan presiden di Amerika berbeda dengan di Indonesia. Di Indonesia sebelum memilih presiden dan wakil presiden, yang harus kita pilih terlebih dahulu adalah partai politik, baru kemudian setelah hasil diumumkan. Partai atau koalisi yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, berhak mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.

Contohnya pemilu tahun 2014 kemarin , PDI Perjuangan menjadi pemenang pemilu dengan meraih 23.681.471 suara disusul Partai Golkar dengan 18.432.312 suara. Gerindra berada di posisi tiga dengan 14.760.371 suara. Pemenang pemilu lima tahun lalu, Partai Demokrat, turun ke posisi empat dengan 12.728.913 suara. Jumlah keseluruhan suara pada pemilu ini mencapai 124.924.491.

KPU menyatakan 10 dari 12 partai peserta pemilu 2014 berhasil memenuhi ambang batas nasional 3,50%. Dua partai yang tidak memenuhi ambang batas dan karenanya tidak bisa menempatkan wakil di Senayan adalah Partai Bulan Bintang dan PKPI.


Bagan 1. Perolehan Suara Partai pada Pemilu 2014

Dilihat seperti bagan diatas, semua partai tidak bisa mengusulkan calonnya sendiri-sendiri. Maka parpol-parpol tersebut harus membentuk gabungan atau koalisi partai supaya bisa memenuhi minimal 25 persen dari suara nasional. 

PDIP berkoalisi dengan partai Nasdem, PKB, Hanura, dan PKPI berhasil mengumpulkan 40,38% suara nasional dan berhak mengusung capres, yang dipilih adalah Jokowi. Sedangkan Golkar, Demokrat, PAN, PKS, PPP serta PBB  mengusung Ketua Umum Gerindra Prabowo sebagai capres dengan suara nasional sebesar 59,52%.


Contoh Surat Suara pada Pilpres 2014


9 Juli 2014 diadakan pemungutan suara untuk pilpres, dan 22 Juli 2014 KPU menetapkan pemilihan umum ini dimenangkan oleh pasangan Joko Widodo –Jusuf Kalla dengan memperoleh suara sebesar 53,15%, mengalahkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang memperoleh suara sebesar 46,85%


Persebaran Pemilih di Seluruh Provinsi Indonesia. Pabowo Merah Gelap. Jokowi Merah Terang




Electoral College
Pada dasarnya pemilihan Presiden di Amerika menggunakan sistem Electoral college,  yaitu sebuah konvensi yang menjadi penentu akhir presiden berikutnya. Dalam sistem ini, presiden terpilih tidak diangkat berdasarkan pilihan rakyat lewat pemungutan suara di TPS (popular vote) seperti di Indonesia, tetapi oleh electoral votes (suara pemilu) yang tersebar di 51 negara bagian.

Electoral vote (selanjutnya disebut electors) ini adalah representasi dari seluruh suara pemilih di Amerika, yang berjumlah 538 orang electors. Jumlah itu ditetapkan berdasarkan 435 kursi DPR (House of Representatives), 100 kursi Senat yang tersebar ke seluruh 50 negara bagian yang ada plus 3 jatah electors untuk ibukota Washington DC . Setiap negara bagian mempunyai electors yang berbeda-beda, tetapi jumlahnya proporsional dengan populasinya dan dapat berubah mengikuti sensus.






Misalnya, Alabama memiliki 9 electors, maka partai di negara bagian ini masing-masing mengangkat 9 electors. Tetapi, hanya partai yang memenangi pemilu (mengantongi jatah suara lebih dari 50%+1) yang bisa mengirimkan electors-nya ke konvensi. Istilahnya, the winner take it all. Pemenang meraup semua jatah electors di tingkat negara bagian. 270 adalah minimal elector yang harus dimenangkan capres untuk memenangkan pemilu.

Oleh karena itu tidak heran kalau setiap kandidat saling berusaha agar dapat menang di negara bagian yang electors-nya banyak, sehingga dengan hanya menang di California misalnya, akan sama artinya dengan menang di beberapa negara bagian sekaligus yang mempunyai elector sedikit.

Dengan sistem semacam itu, ada kesan bahwa pilpres empat tahunan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pada Selasa setelah senin di minggu pertama bulan November (tahun depan jatuh pada tanggal 8 November 2016) tidak digelar untuk memilih presiden, tetapi memilih partai mana yang akan menguasai electors di tiap-tiap negara bagian.

Esensi dari sistem pilpres di AS adalah pertarungan antara 51 negara bagian (termasuk Washington DC) dalam konvensi Electoral College. Selain itu, pilpres di negara ini menggunakan sistem pemilu tidak langsung karena perolehan suara terbanyak tidak bisa memutuskan siapa presiden berikutnya sehingga, dalam sejarahnya, pilpres Amerika mengalami beberapa peristiwa di mana presiden pilihan rakyat (Popular Vote) tidak bisa menjabat di Gedung Putih.

Mereka adalah Andrew Jackson menang dalam pemungutan suara pilpres 1824, tetapi di electoral college dia kalah dari John Quincy Adams. Samuel Tilden menang dalam pemungutan suara pilpres 1876, tetapi di electoral college dia kalah dari Rutherford B Hayes. Grover Cleveland menang dalam pemungutan suara pilpres 1888, tetapi di electoral college dia kalah dari Benjamin Harrison.



Yang paling heboh adalah saat George Walker Bush mengalahkan Al Gore pada pilpres tahun 2000. Pada pemilihan tersebut selain calon presiden dari dua partai utama (Demokrat dan Republik), ada juga satu pasangan calon dari partai Green (sebuah partai ‘gurem’ yang tidak memiliki perwakilan di DPR). Al Gore yang merupakan calon petahana (wakil presiden, karena presiden Clinton sudah tidak bisa dipilih lagi karena sudah dua periode) mendapatkan 50.999.897 (atau 48.38% suara) sementara sang penantang, George W. Bush mendapatkan 50.456. 002 (47.87%) dan disisi lain calon independent  Ralph-Nader(partai hijau) hanya mendapatkan 2.882. 955 (2.74%). Walaupun Al Gore mendapatkan lebih dari setengah juta suara lebih banyak dari George Bush, Al Gore kalah dalam pemilihan presiden tersebut. George Bush mendapat 271 electors sementara Al Gore mendapat 266 electors.

Source : Diolah dari Berbagai Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar