Bisnis jual beli senjata adalah sebuah bisnis bernilai besar. Setidaknya dunia mengeluarkan dana sebesar US$ 1,7 Triliun untuk keperluan militer pada tahun 2013, demikian yang umumkan Institut Riset Perdamaian Internasional di Stockholm (SIPRI) hari Senin (14/04/14). Mendekati nilai jual pada saat perang dingin berlangsung. sumber
Jika melihat angka penjualan di atas, tidak diragukan lagi
bahwa bisnis perdagangan senjata internasional, adalah sebuah transaksi
internasional yang bernilai tinggi. Selain itu transaksi jual beli tidak hanya
melibatkan produsen senjata berupa perusahaan penghasil senjata, tetapi juga
melibatkan negara, organisasi internasional dan kelompok bersenjata sebagai
konsumennya.
Sebagai sebuah transaksi perdagangan, perdagangan senjata
memerlukan subjek hukum untuk melakukan perjanjian jual beli. Jika melibatkan
dua negara berbeda, maka perjanjian jual beli itu termasuk jual beli
internasional yang harus tunduk patuh pada hukum internasional mengenai
perdagangan internasional berupa konvensi internasional.
Lalu bagaimana dengan kelompok separatis, apakah kelompok
separatis bisa membeli senjata dari sebuah negara produsen ?. Jawabnya tidak,
karena kelompok separatis tidak dianggap sebagai sebuah subjek hukum dalam
hukum internasional, sehingga kelompok separatis tidak bisa menjadi pihak dalam
peranjian jual beli.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana kelompok separatis
yang ada di dunia, termasuk di indonesia mendapatkan beragam senjata untuk
mengadakan perlawanan dengan sebuah negara.
Jawaban atas pertanyaan tersebut sebenarnya ada disuatu
tempat. Pasar Gelap senjata dimana semua kebutuhan akan segala jenis senjata
tersedia. Namun untuk mendapatkan senjata dari pasar gelap, kelompok
separatis haruslah berhubungan dengan makelar senjata yang sering disebut
dengan “Lord of War”.
Cara lainya adalah mendapatkan dari negara asing yang
mendukung pergerakan separatis itu, itupun tetap harus melalui seorang broker
senjata/”Lord of War”, krena seperti sudah disebutkan sebelumnya, kelompok
separatis tidak diakui sebagai subjek hukum.
Selain tidak diakui nya kelompok separatis sebagai subjek
hukum, sehinggga tidak dapat melakukan perjanjian jual beli dengan negara
pendukung. Negara pendukung separatais juga harus tetap menjaga citranya agar
tetap terlihat netral di negara yang sedang mengalami pemberontakan.
Diindikasikan negara-negara seperti Amerika Serikat, Russia,
Uni Eropa dan beberapa negara di kawasan Asia terlibat dalam peredaran senjata
gelap yang jatuh ke tangan kelompok separatis. Semuanya dapat dilakukan dengan
adanya jasa seorang “Lord of War”.
Pasar Gelap
Sudah menjadi rahasia umum, jika tidak bisa membeli senjata
dari negara asal produsen, maka datanglah ke pasar gelap senjata, di mana semua
jenis senjata yang dibutuhkan kelompok separatis bisa ditemukan bahkan dengan
harga dibawah harga pasaran. Pasar gelap senjata menyediakan berbagai senjata , mulai
dari pisau komando, pistol, senapan serbu, bahan peledak bahkan rudal
sekalipun.
Asal barangnya pun bermacam-macam, ada yang sisa perang,
sisa gudang yang sudah dihapus dalam inventaris, atau langsung dari pabrikan.
Semuanya tergantung permintaan si pembeli.
Yang menarik adalah senjata-senjata tersebut berasal dari
negara-negara yang ternyata memang menjadi produsen senjata seperti Rusia, Cina,
AS, Uni Eropa bahkan menurut beberapa kabar Indonesia juga termasuk yang
bermain.
Dari semua jenis senjata yang diperdagangkan di pasar gelap,
senapan serbu Kalashnikov AK-47 adalah senjata favorit kelompok separatis dan
pemberontak, karena terkenal dengan daya tahan dan daya hancurnya yang
mematikan.
Senapan jenis AK-47 ini mudah didapat, karena masih banyak
senapan ex- Uni Soviet yang beredar. Apalagi senapan ini juga telah diproduksi
tidak hanya di Uni Soviet (Rusia), tapi juga diproduksi oleh Cina, Korea Utara, Republik Ceko, Polandia dan lainnya. Sehingga kelompok separatis mudah
mendapatkannya di pasar gelap belahan dunia manapun, melalui seorang broker
senjata.
Selain senjata AK-47 , senjata terkenal lain yang dapat
dijumpai dipasar gelap adalah pistol buatan Glock dan senapan serbu Heckler & Koch HK 416 buatan Jerman. Bahkan rudal SA-7 pun bisa ditemui di pasar gelap.
H&K 416 (wikipedia) |
NATO menyebutnya SA-7 Grail (wikipedia) |
Salah satu “Lord of War” paling terkenal dimuka bumi, yang banyak memasok senjata gelap bagi kelompok separatis adalah Viktor Anatolyevich Bout. Dia memanfaatkan kekacauan politik dan ekonomi di Rusia pada 1990 an dimana di Rusia dan negara satelitnya yang tersebar pabrik pabrik senjata yang memproduksi senjata AK-47, jutaan renteng amunisi, ranjau darat, misil darat ke udara, panser, senapan sniper, dan peralatan pengintai malam, tiba-tiba tidak beroperasi. Keadaan ini membuat warga yang bekerja di negara-negara itu tidak bisa membeli bahan kebutuhan pokok. Sehingga banyak pekerja yang menjual senjata yang berasal dari pabrik, kepada orang-orang seperti Viktor Bout.
Viktor Anatolyevich Bout (wikipedia) |
Pasukan pemberontak Kongo adalah kelompok separatis yang
pernah mendapatkan jasa pelayanan broker senjata macam Viktor Bout, dimana
senjata didapatkan langsung dari pabriknya, dikirim menggunakan pesawat ke
bandara perintis di kawasan Kongo, dengan kamuflase layaknya spionase.
Hal sama juga dilakukan oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
ketika konflik Aceh masih terjadi . menurut informasi yang beredar, GAM
mendapatkan pasokan senjata dari arah utara, seperti Kamboja dan Thailand
melewati laut selatan, melintas ke Batam atau melingkar ke pulau Jawa. Menurut data INTELIJEN , pasoka senjata GAM memang berasal
dari luar negeri, seperti dari Filipina dan Thailand, yang memang sama-sama
memiliki gerakan separatis berbasis agama, MILF dan Patani.
Lalu bagaimana kelompok MILF dan Patani mendapatkan senjata,
sama seperti gerakan separatis lainya, MILF dan Patani mendapatkan senjata dari
pasar gelap, dengan memanfaatkan jasa broker senjata. Ditambah dengan banyaknya kaum muslim Filipina dan Thailand
yang ikut berperang dengan Mujahidin Afghanistan ketika perang melawan Uni
Soviet, maka tidaklah sulit untuk dua kelompok ini mendapatkan senjata dipasar
Gelap.
Negara Pendukung
Walau tidak secara resmi menyatakan mendukung aksi
separatisme di sebuah negara, tapi toh keterlibatan suatu negara karena adanya
kepentingan di wilayah tersebut, adalah suatu hal mungkin saja terjadi.
Kelompok Separatis ETA yang Ingin memerdekakan Basque dari Spanyol |
AS pun tidak luput dari tindakan seperti ini. Paman Sam
pernah memberikan dukungan berupa pembelian senjata bagi Kelompok
Mujahidin Afghanistan, ketika berperang
membebaskan diri dari Uni Soviet. Saat itu , AS menyuplai senjata berupa senapan serbu AK-47
dari pasar gelap, Helikopter militer, hingga Rudal panggul anti Pesawat
Stinger. Semuanya dilakukan AS dengan alasan, menjaga agar Komunis tidak
menyebar di Kawasan Asia Tengah.
AS juga menyuplai senjata kepada Taiwan yang dianggap masih
menjadi bagian dari Wilayah Republik Rakyat Cina, dengan menjual berbagai
senjata mulai dari Senapan, Rudal hingga Pesawat Tempur.
Tidak hanya negara-negara besar, Indonesia pun sempat
dituduh ikut menyelundupkan senjata kepada kelompok separatis Filipina tahun
2009 lalu, dengan ditemukannya paket kiriman senjata SS-1, dan Galil yang berada di
kapal yang sedang menuju Filipina.
Kabar itu sendiri kemudian dibantah Pindad selaku produsen
SS-1, dan pemerintah, karena menurut keterangan dua pihak tersebut, Pindad
hanya menjual senjata kepada pihak perwakilan resmi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar